FOTO DIRI, REPRESENTASI IDENTITAS DAN MASYARAKAT TONTONAN DI MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
Ketika berbicara representasi, berbagai fantasi yang dibangun untuk merepresentasikan diri individu sesuai yang ia harapkan, merupakan proses dari bagian-bagian yang menunjukan bahwa manusia adalah masyarakat yang ingin mempertontonkan sesuatu yang tampak saja. ‘Masyarakat Tontonan’ melihat bagaimana kecenderungan masyarakat saat ini lebih memilih media gambar atau visual yang memiliki penegasan penampilan dan penegasan kehidupan sosial untuk menginterpretasikan sesuatu. Ia meyakini bahwa spectacle merupakan main production of present day society atau produksi utama yang dominan pada masyarakat saat ini. Dalam fenomena foto diri di media sosial, para penampil foto diri menjadi bagian dalam masyarakat tontonan. Mereka tidak hanya menjadi penonton dalam sebuah ruang pertunjukan visual yang massif, tetapi dalam saat yang bersamaan mereka juga mempertontonkan dirinya kepada orang lain. Dalam kata lain, menjadi subyek sekaligus objek tontonan. Fenomena foto diri sebagai representasi identitas sekaligus menjadikan media sosial sebagai medium spectacle dapat saya uraikan ke dalam beberapa analisis berdasarkan situated knowledge, yakni pengetahuan yang saya rangkum dari hasil pengolahan data-data etnografi ke dalam lima aspek utama yaitu: (1) Kebebasan menciptakan identitas melalui citra visual; (2) Budaya kolektif melawan arus utama; (3) Empati visual sebagai kontrol sosial; (4) Kenikmatan semu; dan (5) Siasat merebut penonton. Media sosial yang merupakan ‘media bersosialisasi’ secara online menuntut kita untuk menjalin koneksi dengan orang-orang di sekitar kita, layaknya di dunia nyata. .Memilih ranah Anti-Mainstream adalah dalam rangka mementaskan diri ke dalam ‘panggung visual’ dan menampilkan pesona yang lain dari pada yang lain sehingga menarik simpati para penonton yang melihatnya. Mereka merasa dengan menampilkan fotofoto diri yang berbeda dan belum banyak dilakukan oleh orang lain, akun instagram miliknya memiliki warna yang berbeda, yang tidak sama seperti akun instagram yang kebanyakan ditampilkan oleh orang banyak. Layaknya di kehidupan nyata, semua orang ingin diterima secara baik di dunia maya. Tolak ukur diterima baik atau tidaknya, tentu saja dengan melihat respon yang dari orang-orang sekitar terhadap apa yang selama ini kita tampilkan yaitu melalui Fitur Like dan Comment.
https://images.app.goo.gl/rTwx5ZUpJZxRJDBD8 Apa yang terjadi ketika panggung, performer (penampil),
dan spectator (penonton) berada dalam ruang dimensi yang sama? Kedua aktor ini,
yakni performer dan spectator memegang peran penting dalam keberlansungan
masyarakat tontonan. Dalam siklus ini, terdapat empat pemeran utama yang
mempengaruhi keberlangsungan reproduksi identitas yakni Performer, Spectator,
Photo dan Response. Dalam prakteknya, siklus ini dimulai dari aktivitas
pengguna sosial yang mengunggah photo ke akun instagram miliknya, dan
menyuguhkan foto tersebut kepada audiens yang melihatnya.
Melihat dari fenomena ini, pada akhirnya timbul suatu
pertanyaan yang menggelitik, sesungguhnya, apa arti dari suatu identitas yang
sebenarnya? Penciptaan identitas ini dipengaruhi oleh pola relasi dan interaksi
sosial dari penikmat foto-foto tersebut. Sehingga identitas popular yang
disukai oleh masyarakat dunia maya, menjadi panutan untuk menciptakan identitas
pemilik foto di media sosial. Pada akhirnya kita menyadari, representasi
identitas yang ditampilkan melalui foto diri di media sosial merupakan realitas
semu yang dirayakan.
Kritik
Pada Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016 yang berjudul "Foto diri, representasi identitas dan masyarakat tontonan di media sosial instagram" Oleh Evania Putri R. Menurut saya, Panggung Visual memang benar sebagai ajang kita untuk menunjukan siapa kita bagaimana diri kita dengan cara menampilkan foto kita melalui media sosial. Melalui media sosial seperti instagram kita dapat mengunggah foto yang kita anggap dapat menarik perhatian orang lain. Untuk mengunggah foto tersebut tentu kita perlu memikirkan bagaimana cara agar seseorang tertarik untuk melihat foto kita, tentu dari pikiran tersebut membuat kita berpikir dan belajar untuk berekreasi untuk mengedit foto dan lain sebagainya agar foto tersebut terlihat menarik. Tetapi perlu kita ketahui bahwa sudah banyak yang menyalah gunakan media sosial, seperti mengunggah foto yang tidak layak atau tidak pantas agar dapat dilihat oleh banyak orang. Perlu kita ketahui juga bahwa terdapat dampak negatif jika kita mengunggah foto-foto yang tidak pantas di media sosial seperti akan dijadikan sebagai kejahatan seksual, dijadikan sebagai profil palsu, dll. Jadi jika ingin mengunggah sebuah foto kita perlu tau apa makna, tujuan dan nilai dari foto tersebut agar tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang tidak baik.
Komentar
Posting Komentar